Pembangunan Paviliun Kejari Way Kanan Dinilai Tak Tepat Prioritas, Publik Minta Pemerintah dan Kejaksaan Lebih Peka Kondisi Daerah

Way Kanan — Polemik pembangunan paviliun atau rumah dinas Kejaksaan Negeri (Kejari) Way Kanan senilai Rp1,4 miliar dan pagar senilai Rp600 juta dari APBD 2025 terus menuai sorotan. Masyarakat menilai, proyek tersebut tidak mencerminkan kepekaan pemerintah terhadap kondisi daerah yang masih banyak membutuhkan perbaikan infrastruktur dasar.

Sejumlah pihak menyayangkan pernyataan yang meminta publik “tidak menyudutkan Kejari Way Kanan” atas pembangunan tersebut. Bagi warga, inti persoalan bukan soal legalitas, melainkan soal rasa empati dan prioritas penggunaan uang rakyat.

“Yang dipersoalkan masyarakat bukan soal boleh atau tidak boleh. Tapi soal rasa peduli. Saat jalan rusak, ekonomi sulit, justru miliaran rupiah keluar untuk bangun paviliun kejaksaan. Itu yang menyakitkan rakyat,” ujar seorang tokoh masyarakat Way Kanan, Jumat (25/10/2025).

BACA JUGA

Hanan A. Rozak Silaturahmi dengan LDII Lampung, Tegaskan Komitmen Konsolidasi dan Kebersamaan Politik

Ia menilai, alasan sinergi antar-lembaga yang dijadikan pembenaran proyek itu tidak relevan dengan kondisi di lapangan. “Sinergi itu bagus, tapi kalau yang disinergikan justru fasilitas mewah lembaga vertikal, sementara jalan-jalan di sekitar Kejari saja rusak, itu bukan sinergi, tapi ironi,” tegasnya.

Pandangan serupa disampaikan oleh aktivis Bara HP Way Kanan, Ipara Rahmat. Menurutnya, pemerintah daerah seharusnya mengutamakan pembangunan yang berdampak langsung bagi masyarakat, bukan untuk memperindah kantor lembaga vertikal.

“Fungsi utama APBD adalah memenuhi kebutuhan dasar rakyat, seperti jalan, kesehatan, pendidikan, dan air bersih. Kalau digunakan untuk membangun fasilitas kejaksaan yang sebenarnya lembaga vertikal dan sudah dibiayai APBN, itu jelas melenceng dari asas prioritas,” ujarnya.

Ia juga menyoroti kondisi sekitar kantor kejaksaan yang justru belum tersentuh perbaikan infrastruktur. “Ironis kalau gedungnya megah, tapi akses menuju ke sana rusak dan berlubang. Seharusnya pemerintah sadar mana yang lebih penting bagi masyarakat,” tambahnya.

Sementara itu, pakar hukum tata negara dari Lampung, Dr. Heri Santoso, menilai bahwa bantuan pemerintah daerah terhadap lembaga vertikal memang tidak dilarang secara hukum. Namun, langkah seperti itu seharusnya didasari pada urgensi dan kondisi daerah.

“Kalau pelayanan dasar masih banyak tertinggal, sementara anggaran miliaran digelontorkan untuk fasilitas lembaga vertikal, maka secara etika pemerintahan itu tidak patut,” ujarnya.

BACA JUGA

Raston Terpilih Secara Aklamasi Pimpin KSPSI Lampung Tengah, Tekankan Sinergi dan Kesejahteraan Pekerja

Warga Blambangan Umpu dan sekitarnya juga berharap agar pemerintah lebih peka terhadap kebutuhan masyarakat. Mereka menilai, pembangunan paviliun dan pagar kejaksaan bukanlah hal mendesak di tengah keterbatasan anggaran daerah.

“Kami tidak anti-kejaksaan, tapi kami ingin pemerintah lebih adil dan bijak. Jalan ke rumah sakit saja susah karena rusak, sementara kantor penegak hukum dibangun mewah. Itu yang membuat rakyat kecewa,” ujar salah seorang warga Umpu Bakti.

Bagi warga, anggaran daerah seharusnya difokuskan untuk memperbaiki jalan, sekolah, dan fasilitas kesehatan. Mereka berharap pemerintah kabupaten dan lembaga hukum dapat menempatkan kepentingan masyarakat di atas kepentingan citra kelembagaan.

Polemik pembangunan paviliun Kejari Way Kanan kini menjadi sorotan publik karena dianggap mencerminkan lemahnya empati dan kesadaran prioritas dalam pengelolaan keuangan daerah.

HENDRIK

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *