Lampung — Formasi kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di era Pelaksana Tugas Ketua Umum Muhammad Mardiono sebenarnya tampak gagah di atas kertas. Nama-nama besar dengan reputasi nasional menghiasi struktur partai berlambang Ka’bah itu. Di antaranya Sandiaga Salahuddin Uno yang menjabat sebagai Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Nasional.
Sandiaga Uno bukan tokoh sembarangan. Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Calon Wakil Presiden 2019, dan Menteri aktif di kabinet saat ini dikenal memiliki daya tarik politik yang luas — disukai kalangan muda, religius, dan ibu-ibu. Namun, ironisnya, kehadiran Sandiaga di PPP justru tak mampu mendongkrak elektabilitas partai.
“Ibarat gajah berubah jadi kambing, begitu Sandiaga berdiri di belakang Mardiono, pesonanya seolah hilang,” kata A. Andoyo, kader PPP sekaligus mantan Caleg DPR RI Dapil Lampung I, Kamis (9/10/2025).
Menurut Andoyo, penyebabnya bukan pada Sandiaga, melainkan pada lemahnya kemampuan Mardiono dalam memimpin dan memanfaatkan sumber daya partai. “Mardiono tidak mampu menempatkan figur-figur potensial pada posisi strategis yang sesuai kewenangan. Akibatnya, kekuatan besar PPP menjadi tidak terarah dan kehilangan daya dorong,” ujarnya.
BACA JUGA.
Polres Aceh Barat Selidiki Penemuan Kerangka Diduga Korban Tsunami 2004 di RSUD Cut Nyak Dhien
Kini, setelah Islah internal dilakukan, dua tokoh baru muncul: Agus Suparmanto dan Taj Yasin. Keduanya dinilai memiliki potensi besar untuk mengembalikan marwah PPP sebagai partai Islam berpengaruh. Agus dikenal memiliki jejaring bisnis dan politik nasional yang kuat, sementara Taj Yasin membawa kekuatan elektoral yang konkret — dengan perolehan 3,8 juta suara saat mencalonkan diri sebagai DPD RI tahun 2024, serta keberhasilan terpilih kembali sebagai Wakil Gubernur Jawa Tengah periode 2024–2029.
Namun Andoyo mengingatkan, potensi itu bisa tergerus jika pola kepemimpinan Mardiono tidak berubah. “Jangan sampai nasib Sandiaga Uno terulang. Modal elektoral besar bisa menyusut tajam jika tidak ditopang oleh kepemimpinan yang kuat dan terukur. 3,8 juta suara Taj Yasin jangan sampai merosot menjadi 30 ribu di belakang Mardiono,” tegasnya.
Ia menilai, PPP membutuhkan pembaruan bukan sekadar dalam komposisi struktural, tapi dalam kultur kepemimpinan. “Perubahan sejati hanya akan terjadi jika dimulai dari pucuk pimpinan tertinggi. Ketua Umum adalah jantung organisasi. Bila jantung tidak berdetak dengan ritme yang tepat, seluruh tubuh partai akan lumpuh,” pungkas Andoyo.
(*)